Breaking News

Minggu, 18 Januari 2015

Transplanter, Solusi dalam Mengatasi Kesulitan Tenaga Kerja Tanam

Tanam padi serempak merupakan salah satu standar prosedur budidaya padi dalam suatu hamparan, hal ini untuk memutus siklus OPT terutama tikus yang senantiasa mengancam tanaman padi setiap musim. Namun, petani di Indramayu sering mengalami kesulitan dalam mencari tenaga kerja tanam, karena selain tenaga kerja tanam sudah semakin, waktu tanam harus serempak dan hamparan yang cukup luas.

Sehingga seringkali, benih yang sudah siap di tanam umur 21-25 HSS, baru bisa ditanam saat umur 30-35 HSS akibat berebutnya jasa tanam, dengan posisi tawar tenaga kerja tanam yang tinggi, “ majikan” (yang mempunyai lahan)  tidak dapat melaksanakan teknologi anjuran penyuluh pertanian seperti tanam dangkal, tanam 2-3 bibit per lubang, dan tanam jajar legowo 2. 

Di Indramayu, jasa tanam padi atau disebut juga jasa tandur biasanya ada dua macam. Yang pertama sistem borongan, yaitu serombongan tenaga kerja tanam, biasanya 15-30 orang wanita ditambah beberapa orang pria, melaksanakan tanam borongan dengan harga yang disepakati, saat ini kisaran harga jasa mereka antara Rp 500.000,- sampai dengan Rp 700.000 per bau (satuan luas padi setara 0,71 Ha). Saat tanam serentak, mereka akan mengejar seluas mungkin area yang dapat ditanam untuk mendapatkan upah yang lebih besar, Hal ini menyebabkan penanaman padi yang dilakukan seringkali asal saja. Contohnya, jarak tanam 27 x 27 cm atau 30 x 30 cm seringkali bergeser dan melebar menjadi 40x40 cm atau bahkan ditengah areal bisa 50 x 50 cm. pergeseran jarak tanam itu, mungkin saja tidak disengaja atau tidak mereka sadari, tetapi hal ini tentu saja merugikan majikan (pemilik lahan). 


Yang kedua yaitu sistem “ceblokan”, yaitu beberapa petani (pria maupun wanita) melaksanakan tanam tidak dan dibayar hanya sekedar diberi makanan ringan (snack), tetapi nanti saat panen merekalah yang berhak memanen padi tersebut atau dalam bahasa Indramayu dikenal dengan istilah derep. Hak panen ini bersifat mengikat, artinya yang tidak ikut saat tanam tidak bisa ikut panen di disitu. Mencermati kondisi tersebut, Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Jatibarang - Indramayu, melaksanakan uji coba penggunaan mesin tanam padi  bantuan pemerintah melalui Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Indramayu.

Uji coba dilaksanakan di Desa Bulak di lahan Bapak H. Solihin pada musim tanam rendeng 2014/2015. Menurut H. Solihin, secara teknis mengoprasikan mesin tersebut tidak sulit, hanya saja cara melakukan persemaian harus mendapat perhatian, karena selain harus memenuhi standar yang sesuai dengan kinerja mesin tanam tersebut, Persemaian tersebut berbeda dengan persemaian konvensional yang selama ini dilakukan petani, yaitu menyemai benih padi diatas tanah di areal persawahan. Dengan menggunakan mesin tanam ini, persemaian dilakukan di dalam baki (tray) khusus yang belum biasa dilakukan petani. Selain itu, secara sosial, pergantian dari tenaga kerja tanam ke penggunaan mesin perlu mendapat perhatian, karena beratus buruh tani akan kehilangan kesempatan kerja di musim tanam. 

Pak Parman, kepala BPP Jatibarang sedang menjelaskan 
cara membuat persemaian kepada petani dari karangampel
Sebagai gambaran, apabila suatu grup jasa tanam yang terdiri dari 25 orang dapat menanam 3 bau (2,14 Ha) sehari, masa tanam 15 hari, harga borongan Rp 600.000,- per bau, maka satu orang anggota jasa tanam tersebut akan mendapat pengasilan sebesar Rp 1. 080.000 per musim atau Rp 2.160.000 per tahun. Andai dalam satu desa ada 4-5 rombongan jasa tanam, berapa orang yang akan kehilangan pendapatan dari jasa tanam? Bukan berarti mereka harus diberi konpensasi seperti BLT, tetapi harus ada pekerjaan lainnya, misalnya pemanfaatan pekarangan yang bernilai ekonomi bagi wanita dan buruhtani.

Budi Kusmayadi_Komunitas Malai-Malai Padi @ 2015
Designed By Blogger Templates