Breaking News

Selasa, 02 September 2014

Lumbung, Metoda Penyimpanan Padi Anti Tikus sebagai Bukti Kearifan Lokal

Siapa mengira, bangunan sederhana berbahan kayu dan bambu ini yang sepintas tampak kecil, kumuh dan sempit, ternyata merupakan harta penyimpanan gabah yang istimewa bagi para petani dari masa kemasa.

Bangunan kecil ini umumnya disebut Lumbung atau "Leuit" dalam Bahasa Sunda. Bangunan sederhana ini ternyata kapasitasnya dapat menampung hingga diatas 10 Ton padi kering atau yang biasa disebut Gabah Kering Giling (GKG), dan salah satu dari sedikit petani yang masih mempertahankan tradisi ini adalah Pak Agus, petani dari Desa Gantar Kec. Gantar Kab. Indramayu. 

Leuit sebagai  lumbung pangan masyarakat di perdesaan yang kini keberadaannya hampir punah, telah memberi bukti bahwa leluhur kita mempunyai kearifan lokal dalam penyediaan cadangan pangan. Sistem bangunan demikian ternyata mampu menampung gabah dalam jumlah yang besar karena gabah disimpan secara curah. Dengan metoda penyimpanan curah ini ternyata terbebas dari gangguan tikus yang selama selalu memakan padi yang disimpan di gudang.

Struktur bangunan dan metoda penyimpanan ini membuktikan bahwa nenek moyang kita sungguh luar biasa dalam menangani pascapanen padi. Sistem penyimpanan (storage) tersebut dirancang atas dasar pengetahuan bahwa tikus yang selama ini selalu merusak penyimpanan padi ternyata lebih memilih makanan yang tersimpan dalam karung dibandingkan butir-butir yang dibiarkan terserak didalam "Leuit". Pengetahuan tersebut sungguh merupakan kearifan lokal yang efektif, efisien dan atas dasar pengetahuan yang luar biasa.


Lumbung tersebut biasanya selalu diisi penuh oleh Pak Agus pada saat panen dan cadangan padi tersebut baru dikeluarkan pada saat-saat paceklik. Biasanya sudah menjadi pola umum, bahwa di saat panen raya walaupun dengan harga gabah yang rendah petani menjual seluruh hasil panennya sehingga pada saat paceklik ketika harga gabah tinggi petani sudah tak mempunyai lagi gabah untuk dijual. Namun dengan mempertahankan “Leuit” warisan orang tuanya tersebut, ternyata Pak Agus selama ini dapat bertahan dari keadaan paceklik bahkan dapat menyekolahkan putranya di perguruan tinggi ternama di Bandung.


Penulis : Budi Kusmayadi, S.Pt
Praktisi Lapangan
Tinggal di Indramayu

https://www.facebook.com/budi.kusmayadi
Designed By Blogger Templates