Breaking News

Senin, 10 November 2014

Belajar Pola Pertanian SRI Organik dari dari Saung Kang Ibo, Tasikmalaya (Bagian 2)

Kang Ibo (kanan) dan Kang Pepen Bimandiri (Kiri)
Saat ini ada keprihatinan yang besar terhadap masa depan kedaulatan pangan di negeri ini, dengan tingkat produksi padi di areal sawah yang stagnan, bahkan cenderung menurun. Hal ini ditambah lagi dengan berkurangnya lahan pertanian dengan cepat akibat alih fungsi lahan pertanian baik ke prasarana wilayah dan pemukiman. Berapapun besar produksi pangan kita selalu tidak mencukupi kebutuhan pangan masyarakat kita, sehingga harus ada upaya untuk memperbaiki pola usaha tani sehingga mempunyai hasil yang tinggi dengan komponen biaya produksi yang rendah yang bisa meningkatkan pendapatan petani.

Menurut Kang Ibo, dengan pertanian organik pada dasarnya mendengarkan hasrat dari komponen pertanian untuk kembali alam (back to nature), kita berorientasi pada pencegahan, bukan dengan membunuh hama dan penyakit, berhubungan baik dengan alam, karena selama ini tanah menagis karena terlalu banyak pupuk kimia dan racun. petani jadi daki bukan jadi mukti, ditambah pupuknya produksinya malah menurun.

Tanah sawah organik, menurutnya mempunyai kelebihan karena tingginya kemampuan mengikat air (KMA) sebagai contoh di sebidang sawah belakang rumahnya yang ditanami padi beras hitam. Pertanaman tersebut hanya mampu diairi selama 1 bulan karena keterbatasan air pada musim kemarau, tetapi berhubung diberi kompos dan mol maka padi tersebut tenyata bisa panen. Menanggapi hal tersebut Kang Ibo mengatakan bahwa kebutuhan tanaman padi akan air hanyalah 55 hari, yaitu ketika padi memasuki masa generatif (anakan), hal itu berarti kita bisa mengoptimalkan pemberian air karena pada dasarnya padi bukanlah tanaman yang perlu selalu direndam (aquatic).

Pertanaman Padi Hitam yang bertahan dan panen meski hanya 1 bulan terairi 


Budidaya padi organik dengan metode SRI seperti yang dilakukan oleh Kang Ibo sangat hemat dan berorientasi pada pemanfaatan bahan-bahan lokal di sekitar kebun atau rumah. Penggunaan benihnya hanya sekitar 2 kilogram untuk 1 hektar areal tanaman. selain itu dilakukan penyiangan untuk sirkulasi mikroba, serta pembuatan pupuk organik cair (POC) dengan bahan dasar air kelapa, air cucian beras, buah berenuk, buah mengkudu dan pembuatan kompos dari sampah hijauan dan kotoran ternak. Semua bisa dilakukan dengan gratis dan ada di sekitar kita, untuk itu Kang Ibo menyarankan agar petani mempunyai golok kecil untuk mencacah sisa tanaman yang akan digunakan dalam pembuatan kompos. "petani harus mempunyai tabungan hijauan tanaman...", ujarnya.

Eeng
Designed By Blogger Templates